Kamis, 27 Oktober 2011

Pelestarian Hutan Hujan Tropis di Distrik Senopi

Artikel ini adalah terjemahan dari artikel saya dalam bahasa Inggris berjudul: Tropical Rainforest Preservation. Sudah agak lama saya mencoba membantu masyarakat adat Papua melestarikan hutan hujan mereka melalui promosi skema eko-wisata bagi Pegunungan Tambrauw, Pegunungan Arfak dan Gunung Meja. Tujuan dari promosi tersebut adalah untuk menarik wisatawan ke Manokwari sehingga mereka bisa menikmati keindahan alam dari hutan yang keanekaragaman hayatinya (biodiversity) tinggi sekali, serta pada saat yang sama memberikan dukungan finansial bagi para penyedia jasa yang kebanyakan dijalankan oleh masyarakat asli Papua. Ancaman baru bagi hutan hujan tropis Papua terjadi setiap hari, mulai dari penebangan yang melanggar hukum (illegal logging) sampai pada pembersihan hutan buat perkebunan kelapa sawit. Ketika program wisata yang bertanggung jawab ini bisa menyediakan pekerjaan dan mendatangkan penghasilan bagi orang-orang Papua, mereka tidak akan tertarik menyerahkan hutan mereka kepada perusahaan penebangan kayu dan korporasi perkebunan sawit yang sekarang mengancam setiap inch per segi dari hutan Papua. Kalau tidak ada hutan maka tidak ada turis, dan tidak ada turis berarti tidak ada uang.

sulphur-crested cockatoo in the tropical rainforest of New Guinea
Burung Kakaktua Putih Berjambul Kuning di Hujan Hujan Tropis Distrik Senopi Papua Barat

Di samping menonton burung-burung surga, wisatawan dapat pula menyaksikan bermacam-macam binatang tropis seperti kuskus, kanguru pohon, babi hutan dan burung-burung indah lainnya seperti taun-taun, dan kakaktua putih berjambul kuning.
Kampung Senopi di Pegunungan Tambrauw
Senopi adalah sebuah distrik sekitar 200 kilometer jauhnya dari kota Manokwari. Kebanyakan wilayah itu masih ditutupi oleh hutan hujan tropis. Kebar sebagai distrik yang bertetangga dengannya memiliki savanah yang terluas di wilayah kepala burung Papua Barat. Beberapa turis telah mengunjungi Senopi. Mereka pergi ke sana untuk melihat burung-burung surga berdansa di cabang dan ranting-ranting pohon yang terletak sekitar 2 jam perjalanan dari kampung Senopi. Pagi-pagi sekali dan di sore hari sebelum matahari terbenam, burung surga jantan berkumpul di sebuah pohon untuk mementaskan tarian percintaan untuk memikat burung-burung Cendrawasih betina yang adalah penonton mereka sendiri. Ini adalah adegan yang indah sekali di mata para pencinta alam.
Waktu terbaik untuk melihat burung-burung adalah di pagi hari. Mereka biasanya bisa ditemukan di pepohonan yang sedang berbunga atau berbuah. Tidak sulit mencapai Senopi. Ketika telah tiba di Manokwari, Anda bisa pergi ke YAT Losmen atau menghubungi saya via email: peace4wp@gmail.com untuk mengatur perjalanan Anda ke kampung itu.

Guest House for Tourists in Senopi village of Manokwari regency West Papua
Rumah Penginapan Bagi Turis di Distrik Senopi Kabupaten Manokwari Papua Barat

Daya tarik pariwisata lainnya di Senopi adalah populasi rusa (Cervus Timorensis) yang Anda akan sering lihat ketika sedang menjelajahi hutan di distrik itu. Lebih banyak spesies burung bisa dilihat di Bukit Aiwatar yang terletak sekitar 4 jam berjalan kaki dari Senopi. Lebih baik bagi Anda untuk bermalam di tepi Sungai Kamundan dan pagi-pagi sekali mendaki bukit itu untuk melihat burung-burung meminum air asin yang keluar dari dalam tanah hingga mereka mabuk.

Tropical Rainforest around the Kamundan river of New Guinea island
Hutan hujan tropis di sekitar Sungai Kamundan daerah kepala burung Papua Barat

Saya telah banyak sekali melakukan perjalanan dalam beberapa bulan terakhir ini untuk mengambil foto burung, kupu-kupu, terumbu karang, dan ikan hias serta apa saja yang menunjukkan keanekaragaman hayati yang tinggi dari tropical rainforest dan terumbu karang (coral reef) Papua Barat. Namun perjalanan bird watching saya ke Bukit Aiwatar adalah salah satu pengalaman yang paling berkesan. Sayang sekali, pusat pengamatan burung ini tidak dikenal di kalangan komunitas birder di seluruh dunia.
Harapan saya, meningkatnya jumlah wisatawan yang pergi ke Senopi akan membantu penduduk asli Papua meningkatkan taraf hidup mereka dan pada saat yang sama melindungi hutan dan lingkungan hidup di sekitar mereka demi generasi-generasi Papua yang akan datang. oleh Charles Roring

Deers running away after a surprised encounter with us at a tributary of Kamundan river
Rusa-rusa berlari menjauhi kami setelah bertemu kami secara mendadak di sebuah anak sungai dari Sungai Kamundan di belantara hutan tropis Papua Barat

Read more...

Menteri Kehutanan Setujui Hutan Produksi Dikonversi untuk Lahan Tebu

Kepala Dinas Pertanian Perkebunan Kehutanan dan Peternakan Banyuwangi, Ade Hidayat, mengatakan, Kementrian Kehutanan memperbolehkan hutan produksi di Banyuwangi dikonversi menjadi tanaman tebu.Menurut Ade, kebijakan pemerintah itu tertuang dalam surat jawaban Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan kepada Pemerintah Banyuwangi baru-baru ini. Sebelumnya, kata Ade, Pemerintah Banyuwangi berkirim surat ke Kementrian Kehutanan terkait pemakaian kawasan hutan untuk tanaman tebu.

Konversi hutan produksi itu, kata dia, bisa dilakukan di tiga Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) yakni KPH Banyuwangi Utara, KPH Banyuwangi Barat dan KPH Banyuwangi Selatan.

Selama ini, kata dia, investor yang akan mendirikan pabrik tebu di Banyuwangi terkendala tidak adanya lahan yang dipakai untuk tanaman tebu. "Hanya kawasan hutan yang memungkinkan untuk tanaman tebu," kata Ade kepada Tempo, Selasa (14/12).

Investor yang berencana mendirikan pabrik gula di Banyuwangi salah satunya yakni konsorsium yang melibatkan PT Perkebunan Nusantara X1, PTPN XII, Mitra Tani Sejahtera dan Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI). Menurut Ade, mereka membutuhkan lahan tebu paling sedikit 3 ribu hektare hingga 10 ribu hektare.


Ade Hidayat menambahkan, Pemerintah Banyuwangi sudah berkordinasi dengan tiga KPH Banyuwangi terkait surat dari Kementrian Kehutanan. "Mereka masih berkonsultasi dengan Kepala Unit Jawa Timur," katanya.

Humas KPH Banyuwangi Selatan, Sutiawan, mengatakan, lahan hutan produksi di Banyuwangi tidak mungkin dikonversi untuk tanaman tebu karena luas lahan hutan di Banyuwangi saat ini kurang dari 30 persen.

Apalagi, kata dia, saat ini sudah tidak ada lahan hutan kosong karena seluruhnya telah direboisasi. "Jadi tidak mungkin konversi menggunakan lahan hutan," katanya.
Luas lahan hutan produksi di seluruh KPH Banyuwangi saat ini mencapai 79.851,3 hektare.

November lalu, Sekertaris Perusahaan PTPN XI Adig Suwandi membenarkan bahwa PTPN XI pernah berniat mendirikan pabrik gula di Kabupaten Banyuwangi. Tetapi niat ini belum terlaksana karena tidak adanya lahan yang cukup luas untuk budi daya tebu.  Menurut dia, untuk pembangunan pabrik gula dengan kapasitas 5.000 tth (ton tebu per hari) diperlukan lahan sekurang-kurangnya 10.000 hekatare.

Read more...

Pemerintah Janji Pertahankan Kelestarian Hutan Papua

Kementerian Kehutana berjanji akan mempertahankan kawasan hutan di Papua agar tak tereksploitasi dengan pengusahaan hutan oleh sejumlah pihak. Langkah ini diambil sebagai salah satu bentuk melestarikan hutan alam Indonesia yang mulai terkikis.Untuk itu, meski banyak usulan untuk membuka kawasan hutan Papua untuk
kegiatan nonkehutanan, Kementerian Kehutanan tetap akan membiarkan kawasan hutan primer seluas 7,3 juta hektar di Papua.
"Memang ada permintaan untuk pembukaan kawasan hutan di Papua, tapi tidak untuk HPH (Hak Pengusahaan Hutan). HPH tak akan bertambah, Kementrian Kehutanan tak akan lagi memberikan penambahan luasan HPH di mana pun, termasuk di Papua,” kata Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, usai diskusi Pengembangan Industri Kehutanan, di Wisma Antara, Selasa (26/4).
Meskipun begitu, pihaknya tetap memberikan izin pengelolaan hutan untuk pengembangan Merauke Intergrated Food and Energy Estate (MIFEE) di Papua. Saat ini, kata dia, kementerian baru menyetujui penggunaan areal tahap pertama seluas 600 ribu hektare dari rencana pengembangan seluas 1,3 juta hektare yang diajukan.

"Luasan itu juga bukan di hutan primer atau gambut karena sekarang kami stop dulu di dua wilayah itu," ujarnya.

Usulan untuk MIFEE atau permohonan hutan tanaman industri (HTI) di Papua ini, menurut Zulkifli, tetap diprioritaskan mengingat pemerintah fokus meningkatkan ketahanan pangan sesuai koridor ekonomi pembangunan yang diarahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). "MIFEE bertujuan agar Merauke nantinya bisa menjadi lumbung pangan nasional entah untuk lumbung gula, kedelai, dan sebagainya," ungkapnya.

Dia juga mengakui ada 19 proposal pengelolaan hutan tanaman dan budidaya nonkehutanan di Papua. Sayangnya, kata dia, banyak yang mundur ketika dijelaskan pengelolaan itu tak bisa di hutan primer yang masih banyak kayunya.

"Ada 11 perusahaan yang mundur, tak jadi masuk, karena mereka kita jelaskan tak lagi dapat areal yang lebat, tapi areal bekas tebangan atau logged over area (LOA) yang memang kita siapkan untuk budidaya. Tapi, mudah-mudahan sisanya tak mundur, ada setidaknya 40 ribu hektare untuk dukung swasembada gula," jelasnya.

Zulkifli membantah hutan Papua sudah dikaveling-kaveling untuk kebutuhan dunia usaha. Menurut dia, pertumbuhan ekonomi harus jalan terus tanpa mengabaikan kepentingan ekologis. Penurunan kualitas lingkungan, menurutnya, seharusnya tak terjadi jika memang fokus pada pertumbuhan ekonomi.
"Kalau kebutuhan Papua tak diakomodir, tak ada pertumbuhan ekonomi, maka akan ketinggalan terus. Apalagi Merauke akan dijadikan lumbung pangan nasional," kata mantan politisi dari Partai Amanat Nasional itu.

Read more...

KONSEPSI STRATEGIS PELESTARIAN SUMBERDAYA HUTAN DAN PERKEBUNAN PROVINSI JAWA BARAT

Pembangunan secara umum diartikan sebagai rangkaian upaya yang dilakukan secara terencana, untuk mengantar manusia, bangsa dan negara ke tingkat kesejahteraan yang lebih baik. Di dalam pelaksanaannya, setiap pembangunan selalu menggunakan berbagai sumberdaya antara lain tanah, ruang dan air, maupun sumberdaya alam hayati, yang secara keseluruhan memiliki peranan fungsi dan penunjang kelangsungan pembangunan secara berkelanjutan. Oleh karenanya fungsi-fungsi sumberdaya alam, perlu dilestarikan sesuai dengan amanat Undang-undang Dasar (UUD) 1945. Amanat tersebut sudah sangat jelas bahwa pemanfaatan sumberdaya alam dikuasai oleh negara dan sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat.
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Jawa Barat yang memiliki kewenangan atas sumberdaya alam hutan, ikut bertanggung jawab atas terlaksananya kemakmuran rakyat seperti dimaksudkan di atas, untuk berperan dan memprakarsai pelestarian sumberdaya hutan dari kekritisan dan pemulihan peranan fungsinya agar memenuhi tuntutan amanat Pasal (33) UUD 1945. Kepedulian tersebut, pada hakekatnya ingin membangun kemitraan dengan masyarakat dengan tujuan untuk: (a) merealisasikan tetapan kawasan lindung sebesar 45%, (b) memulihkan peranan fungsi bantaran sungai yang lebih dari 80% telah terganggu, dan (c) memacu kepedulian masyarakat agar peningkatan kesejahteraan secara merata dan berkeadilan dapat diwujudkan.
Memprakarsai luas kawasan lindung yang menunjukkan lebih luas dibandingkan dengan tetapan menurut Undang-undang, kini menjadi strategis kedudukannya untuk disikapi dan didukung secara seksama. Hal tersebut menjadi urgen, karena dimaksudkan untuk membangun gudang penyimpan panen air di seluruh Provinsi Jawa Barat, yaitu sebesar lebih dari 70 milyar m3 yang terbuang ke laut, sehingga dapat disimpan sebagai cadangan air tanah.
Hal yang sama juga terhadap pemulihan bantaran sungai, dimaksudkan untuk memulihkan vegetasi riparian sepanjang 2.300 km (± 5 juta ha) telah mengalami degradasi secara fisik, sehingga peranan fungsinya dapat dipulihkan. Hal lain yang cukup urgen adalah memacu kepedulian masyarakat untuk mendaya-gunakan sumberdaya lahan secara optimal, agar terwujudnya peningkatan kesejahteraan secara merata dan berkeadilan.
Untuk memenuhi tetapan kawasan lindung dengan menetapkan lahan dan kawasan-kawasan hutan yang memiliki kemiringan lereng lebih dari 30% untuk dijadikan kawasan lindung. Namun demikian perubahan fungsi dan manfaat perlu dialihkan dari pemanfaatan jasa produksi riil (kayu, palawija dll) menjadi jasa wisata alam (pusat-pusat wisata alam). Membangun pusat-pusat rekreasi alam menjadi tatanan utama untuk tujuan pelestarian alam dan peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor hijau. Tahap awal pembangunannya dengan menitik beratkan terhadap DAS Citarum, selain kondisi fisiknya yang memerlukan penanganan lebih intensif, juga memiliki ancaman terhadap degradasi fisik berdasarkan tingkat bahaya erosi, tercatat menempati urutan tertinggi, karena peranan fungsinya telah terganggu. Di sisi lain, terganggu dan terdegradasinya DAS hulu Citarum, berpengaruh terhadap Kota Bandung, bendung Saguling, Cirata dan Jatiluhur.
Maksud dan Tujuan:
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Jawa Barat bersama dengan masyarakat, ingin mewujudkan akad kesepakatan dalam Gerakan Pemulihan Lahan Kritis melalui Alih Fungsi Manfaat Jasa Hutan. Selain (a) mengkukuhkan besaran kawasan lindung 45%, juga (b) meningkatkan PAD sektor hijau melalui jasa wisata hutan alam, serta (c) menggerakan kembali RAGANTANG (Gerakan Gandrung Tetangkalan), melalui program ”Bambunisasi, Sengonisasi, Turinisasi” di seluruh DAS kritis di Jawa Barat yang telah mengalami tingkat kekritisan berarti.
Uraian Penutup
Tampaknya sangat sederhana tidak terlalu rumit untuk memenuhi harapan penetapan kawasan lindung 45% yang menunjukkan lebih besar dari tetapan UU Tata Ruang No. 26 Tahun 2007. Namun demikian tidaklah sederhana dalam implementasinya apabila tidak diikuti oleh penyadaran masyarakat dan dunia usaha sektor hijau. Pemahaman paling penting bagi semua pihak bahwa jasa hutan alam juga memiliki peranan dan manfaat serta mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat maupun sebagai sumber PAD.

Read more...

5 Hutan Wisata di Jawa Barat

[UNIKNYA.COM]: Saat Lebaran tiba, tak bisa dipungkiri sebagian dari kita melakukan mudik ke kampung halaman tercinta. Selain bermaaf-maafan dengan handai toulan, momentum mudik ini biasanya digunakan pula untuk berlibur dan tamasya ke berbagai daerah unggulan di Kota asal kita berada. Berikut 5 Hutan wisata di Jawa Barat yang bisa Anda kunjungi pada saat mudik nanti:

1. Hutan Sancang  (Leuweung Sancang)
Hutan ini dikelola oleh Departemen Kehutanan dan memiliki luas kawasan 2.157 ha dengan luas wilayah laut sekitar 150 ha. Wilayah Sancang berada di ketinggian 0-3 m dpl, kawasan ini mempunyai konfigurasi umum lahan yang datar-hanya terdapat tebing-tebing curam di sebagian pesisir pantai khususnya di daerah sebelah timur yaitu wilayah Karang Gajah (salah satu daerah di hutan Sancang yang berada di pesisir pantai).

Hutan Sancang (Leuweung Sancang) (sumber: disparbud.jabarprov.go.id,uniknya.com)

Kualitas lingkungan dan kebersihannya pun masih terjaga, walaupun dibagian timur (pesisir wilayah Hutan Sancang) terdapat pondok nelayan yang menetap dan memanfaatkan lahan di area konservasi ini.  Apabila dilihat dari segi visabilitis, hutan Sancang memiliki tingkat pandang yang bebas dengan panorama alam yang indah, namun apabila berada di dalam hutannya, maka akan sulit untuk melihat kearah pantai karena susunan tumbuhan / pepohonan di Hutan Sancang sangat rapat.
Sedangkan daya tarik yang terdapat di Hutan Sancang adalah Hutan asri dengan ekosistem yang unik dan pemandangan alam indah, serta terdapat hutan bakau, sungai, berbagai jenis flora dan fauna, dan terdapat gugusan-gugusan batu yang menimbulkan panorama alam yang unik. Flora dominan yang terdapat di Hutan Sancang antara lain ; pohon ketapang, pohon bakau, tumbuhan Sorea, serta jenis tumbuhan lain yang beragam jenis termasuk pohon Meranti merah dan pohon Kaboa yang langka. Untuk aktivitas yang dapat dikembangkan di Hutan ini adalah ; trekking, fotografi, menelusuri hutan, penelitian ekosistem alam, memancing, berkemah dan aktivitas lain yang apabila dikembangkan tidak merusak dan mengganggu ekosistem Hutan Sancang tersebut.

2. Taman Nasional Gunung Halimun
Gunung Halimun adalah salah satu kawasan perlindungan dan pelestarian alam hutan hujan tropis terluas di Jawa Barat yang pada tahun 1992 ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagai taman nasional. Nama Halimun diambil dari keadaan cuaca di kawasan ini, karena di pagi dan di sore hari ketenangan hutan dan pegunungan sering sekali di selimuti kabut tipis atau halimun (Dalam bahasa Sunda) maka atas dasar itulah kawasan ini dinamai gunung Halimun oleh penduduk sekitar.

Taman Nasional Gunung Halimun (Sumber: seputarnusantara.com,uniknya.com)

Taman Nasional Gunung Halimun mempunyai keanekaragaman jenis hayati yang sangat tinggi, tersusun dari tumbuhan bawah, memanjat, tumbuhan tinggi, dan bahkan  disini ditemukan 75 jenis anggrek yang beberapa diantaranya merupakan jenis langka. Hal menarik yang dimiliki kawasan ini adalah sebuah jembatan kanopi (Canopy walk) yang disediakan bagi pengunjung untuk melihat dan menikmati kesejukan alam di ketinggian 20 – 25 meter diatas tanah, dengan panjang 100m canopy walk dapat membantu para pengunjung untuk melihat aktifitas binatang tanpa membuat takut dan mengganggu binatang tersebut.
Potensi biologis ataupun ekologis Taman Nasional Gunung Halimun dapat dipandang sebagai sesuatu yang berharga dan menentukan bagi wilayah disekelilingnya. Taman ini dapat dianggap sebagai tempat stok air yang cukup besar untuk kawasan Utara dan Selatan Jawa Barat.
Untuk mencapai tempat tujuan para pengunjung harus menempuh perjalanan kira–kira satu setengah jam berkendara mobil dari Jakarta menuju Lido dari Lido menuju kawasan taman nasional menggunakan kendaraan operasional PPKAB.

3. Taman Hutan Juanda
Sejarah Taman Hutan Raya yang dulu dikenal dengan nama Dago Pakar ini dimulai pada tahun 1922, ketika batas-batas hutan ini ditetapkan. Pada tahun 1963, hutan lindung ini mulai dipersiapkan sebagai hutan wisata atau kebun raya. Oleh karena itu, kawasan seluas 30 ha di mulai ditanami pepohonan yang berasal dari berbagai daerah, baik di dalam maupun luar Indonesia.

Taman Hutan Juanda (Sumber: wordpress.com,uniknya.com)

Atas Gagasan Gubernur Propinsi Jawa Barat pada 23 Agustus 1965, hutan ini diresmikan sebagai Kebun Raya / Hutan Rekreasi Ir. H. Djuanda. Pada tahun 1980 pengelolaannya dialihkan dari Perum Perhutani ke Direktorat Jendral Perlindungan dan Pengawetan Alam (sekarang Direktorat Jendral Perlindungan dan Pelestarian Alam / PHPA).
Anda dapat melihat berbagai jenis tumbuhan yang tumbuh di hutan ini. Terdapat lebih kurang 2.500 pohon yang termasuk dalam 40 familia dari 108 spesies, antara lain Cemara Sumatra, Kayu Jati, Bayur Sulawesi, Jati Jawa, Mahoni Uganda, Mahoni Daun Besar, Pohon Sosis, Pinus atau Tusam, Tusan Mexico, dan Kaliandra. Sedangkan faunanya terdiri dari berbagai jenis burung dan mamalia, di antaranya Ketilang atau Cangkurileung, Jalak, Tekukur, Elang, Perkutut, Puyuh Batu, Musang, dan Bajing atau Tupai.

4. Hutan Cagar Alam Pananjung
Nikmati keindahan alami Cagar Alam Pananjung yang tidak ada duanya! Dalam taman seluas  ± 530 hektar ini Anda akan menemukan berbagai jenis flora dan fauna langka seperti bunga Raflesia Padma, rusa, dan berbagai jenis kera yang pada umumnya sudah bisa membaur dengan pengunjung. Selain itu, jelajahi juga goa-goa alam dan buatan seperti Goa Panggung, Goa Parat, Goa Sumur Mudal, Goa Lanang, Goa Jepang, serta sumber air Rengganis dan Pantai Pasir Putih dengan keindahan Taman Lautnya.

Hutan Cagar Alam Pananjung (sumber: blogspot.com,uniknya.com)

5. Kawasan Wisata Prabu Siliwangi
Kebesaran nama Prabu Siliwangi diabadikan pada hutan cagar budaya sekaligus objek wisata alam ini. Anda akan mendapatkan sekaligus menikmati pepohonan besar dan rindang setempat, sekaligus mata air yang sangat jernih dan dingin, menjadikan kawasan Hutan Prabu Siliwangi identik sebagai objek wisata alam yang sejuk memikat.
Keunikan yang ada di kawasan hutan ini mencakup komunitas monyet yang berjumlah puluhan dan hidup dari pohon ke pohon. Rasakan pengalaman langsung berinteraksi dengan hewan ini karena monyet-monyet ini sangat akrab dengan pengunjung. Selain itu, di hutan ini juga terdapat sebuah kolam berair dangkal dan jernih. Kolam ini dilengkapi dengan sebuah patung ikan yang difungsikan sebagai air mancur.
Biasanya, para pengunjung memanfaatkan waktunya di Hutan Prabu Siliwangi untuk berenang dan sebagian lagi menggunakannya untuk sekedar berekreasi – suatu hal yang bisa juga Anda cobe. (**)

Kawasan Wisata Prabu Siliwangi (sumber: indonesiatravel.biz)

Read more...

Usaha, Cara & Metode Pelestarian Hutan Agar Tidak Gundul dan Rusak

Berikut di bawah ini adalah teknik dan cara yang dapat digunakan untuk menjaga hutan kita tetap terjaga dari tangan-tangan perusak jahat. Perambahan hutan tanpa perencanaan dan etika untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya sangatlah berbahaya karena dapat merusak alam dan habitat serta komunitas hewan yang ada di dalamnya.
1. Mencegah cara ladang berpindah / Perladangan Berpindah-pindah
Terkadang para petani tidak mau pusing mengenai kesuburan tanah. Mereka akan mencari lahan pertanian baru ketika tanah yang ditanami sudah tidak subur lagi tanpa adanya tanggung jawab membiarkan ladang terbengkalai dan tandus. Sebaiknya lahan pertanian dibuat menetap dengan menggunakan pupuk untuk menyuburkan tanah yang sudah tidak produktif lagi.
2. Waspada-Waspadalah & Hati-Hati Terhadap Api
Hindari membakar sampah, membuang puntung rokok, membuat api unggun, membakar semak, membuang obor, dan lain sebagainya yang dapat menyebabkan kebakaran hutan. Jika menyalakan api di dekat atau di dalam hutan harus diawasi dan dipantau agar tidak terjadi hal-hal yang lebih buruk. Kebakaran hutan dapat mengganggu kesehatan manusia dan hewan di sekitar lokasi kebakaran dan juga tempat yang jauh sekalipun jika asap terbawa angin kencang.
3. Reboisasi Lahan Gundul dan Metode Tebang Pilih
Kombinasi kedua teknik adalah sesuatu yang wajib dilakukan oleh para pelilik sertifikan HPH atau Hak Pengelolaan Hutan. Para perusahaan penebang pohon harus memilih-milih pohon mana yang sudah cukup umur dan ukuran untuk ditebang. Setelah meneang satu pohon sebaiknya diikuti dengan penanaman kembali beberapa bibit pohon untuk menggantikan pohon yang ditebang tersebut. Lahan yang telah gundul dan rusak karena berbagai hal juga diusahakan dilaksanakan reboisasi untuk mengembalikan pepohonan dan tanaman yang telah hilang.
4. Menempatkan Penjaga Hutan / Polisi Kehutanan / Jagawana
Dengan menempatkan satuan pengaman hutan yang jujur dan menggunakan teknologi dan persenjataan lengkap diharapkan mempu menekan maraknya aksi pengrusakan hutan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Bagi para pelaku kejahatan hutan diberikan sangsi yang tegas dan dihukum seberat-beratnya. Hutan adalah aset / harta suatu bangsa yang sangat berharga yang harus dipertahankan keberadaannya demi anak cucu di masa yang akan datang.

Read more...

HUTAN (DAN) PRIMATA: EKOLOGI DAN PELESTARIAN PRIMATA ENDEMIK DI JAWA DAN KALIMANTAN

Wilayah Sondaik adalah salahsatu kawasan terkaya di dunia untuk keanekaragaman primata di mana 18 jenis terbatas penyebarannya pada kawasan ini. Di Jawa dan Kalimantan, yang termasuk pulau-pulau yang terbesar, terdapat tiga dan lima jenis endemik yang terbatas pada satu pulau saja. Enam jenis di antaranya tergolong suku kera sub-suku Colobinae, sedangkan dua jenis tergolong suku owa. Kelestarian dari kebanyakan kera ini tergantung pada pelestarian hutan. Pulau Jawa adalah wilayah yang padat penduduknya di mana hutan ditebang sejak lama, sedangkan Kalimantan adalah pulau yang berada pada masa peralihan di mana perubahan tataguna tanah secara cepat mulai mengkonversikan permukaan pulau ini. Jawa sudah sangat sedikit hutannya sejak dulu, sedangkan Kalimantan masih ditutupi hutan luas sampai beberapa dasawarsa yang lalu.
Tujuan penelitian ini ialah mengumpulkan data mengenai ekologi dan pelestarian primata endemik di Jawa dan Kalimantan. Untuk ini studi-studi dilaksanakan di mana survai lapangan berlangsung selama perioda 1994-2001.
Bagian pertama studi ini berfokus pada pengujian mengenai tehnik sensus pada penelitian primata yaitu bermaksud untuk menentukan dampak terhadap hasil sensus dari perubahan perilaku jenis-jenis sasaran yang disebabkan oleh gangguan lingkungan di sekitar primata tersebut. Sebagai hasil penelitian ditemukan bahwa penaksiran kepadatan cukup bervariasi di antara berbagai tehnik dan lokasi. Kesimpulannya adalah bahwa kita perlu sangat berhati-hati jika membandingkan data sensus dari berbagai lokasi yang dikumpulkan oleh berbagai peneliti dengan menggunakan berbagai tehnik. Primata mungkin mengubah responsnya terhadap manusia yang mengamatinya sebagai reaksi terhadap gangguan habitatnya. Tidak mustahil ini ada dampaknya dalam program peninjauan dan sebagai hasilnya mengurangi atau melebihi taksiran kepadatan yang sebenarnya.
Bagian kedua studi ini berfokus pada primata di Pulau Jawa. Pertama, ditunjukkan bahwa populasi dari salahsatu kera endemik, yaitu Rekrakan Presbytis comata fredericae, yang terdapat di Jawa sebelah timur tidak dapat dipisahkan secara jelas sebagai jenisnya sendiri dari populasi di sebelah barat.
Kedua, penyebaran dan status kelestariannya dari primata endemik di Jawa ditentukan. Lutung Jawa atau budeng Trachypithecus auratus ditemukan di seluruh Jawa, Bali dan Lombok, akan tetapi tidak ditemukan di Kepulauan Kangean, meskipun pernah ada laporannya. Berdasarkan penyebarannya yang terbatas dan populasi-populasinya yang sangat terpencar, ditambah penangkapan untuk dijual-belikan, jenis kera ini seharusnya dianggap Rentan menurut kriteria ancaman yang disusun IUCN. Surili itu terbatas pada hutan tropis di Jawa Barat dan Tengah dari permukaan laut sampai sekitar 2500m dpl. Populasi yang cukup besar ditemukan di Jawa Tengah, di luar penyebaran yang diduga sebelumnya. Meskipun demikian jenis
Forest (and) Primates
198
ini dianggap Genting menurut kriteria acaman IUCN karena derajat terpecahnya populasi ini. Surili ini membagi habitatnya dengan Owa Jawa Hylobates moloch di sebagian terbesar wilayahnya. Jenis terakhir ini adalah terjarang dari ketiga kera endemik di Jawa karena terbatas pada kantung-kantung terakhir dari hutan tropis dataran
Bagian ketiga dari studi ini berfokus pada primata endemik di Kalimantan. Penyebaran dan status kelestariannya ditentukan untuk salahsatu primata paling karismatik di Asia Tenggara, yaitu Bekantan Nasalis larvatus. Ternyata jenis ini tidak terbatas pada daerah pesisir dan kawasan hilir dari sungai besar, seperti diduga sebelumnya, namun terdapat juga di seluruh pedalaman Kalimantan. Secara umum populasi-populasi di pedalaman kecil dan tersebar berjauhan, sebuah pola yang dapat diuraikan karena pemburuan yang lebih intensif dibanding dengan keadaannya di daerah pesisir. Jenis ini tidak dilindungi secara memadai dan kebanyakan dari populasi-populasinya yang besar sedang menurun jumlahnya Walaupun berada dalam kawasan konservasi.
Selanjutnya kami menentukan pola-pola spasial dari keanekaragaman primata dalam arti kekayaan jenis dan keendemikan untuk Kalimantan, serta mengevaluasikan ini berhubung dengan pola-pola tataguna tanah oleh manusia, dan tataruang jaringan kawasan konservasi. Hutan tropis sepanjang sungai besar di Kalimantan Timur sebelah timur-tengah yang menutupi kawasan berukuran 30,000 km2, adalah kawasan terkaya, baik dari segi jumlah jenis absolut (sampai sebelas jenis yang hidup berdampingan di sini), maupun dari segi jumlah jenis endemik (sampai lima jenis terdapat di sini). Dari kelima kawasan konservasi yang terkaya akan jenis (termasuk yang endemik), tiga di antaranya hampir habis hutannya. Ini terutama disebabkan oleh penggabungan antara penebangan ilegal, penambangan, pelanggaran tapal batas, dan pembakaran. Dua di antara primata yang endemik untuk bagian tigaperempat dari pulau Kalimantan bagian utara, yaitu Kalawat Hylobates muelleri dan Banggat Presbytis hosei adalah Rentan Punah menurut IUCN.
Pelestarian dari primata beserta hutannya, baik di Kalimantan maupun di Jawa, terbukti ada masalahnya terutama karena kekurangan kelembagaan, dana yang kurang, pengetahuan yang tidak memadai, salah-pengertian mengenai isyu-isyu ekologis, perencanaan yang kurang pemaduannya, dan kurangnya komitmen yang sungguh-sungguh serta efektif dan dukungan politik, baik setempat, nasional dan internasional. Pemecahan masalah-masalah tersebut dengan pendekatan secara integral merupakan syarat mutlak, jika kita ingin melestarikan primata endemik di Wilayah Sondaik. Penelitian di masa depan seharusnya berfokus pada pengumpulan data-data ekologi dan perilaku yang begitu dibutuhkan untuk menanggapi isyu-isyu konservasi, dan sebaiknya berlangsung melalui program peninjauan jangka panjang.

Read more...

Masyarakat Harus Jaga Kelestarian Hutan


IlustrasiBANDUNG, (Tubas) – Gubernur Jabar Ahmad Heryawan meminta masyarakat untuk senantiasa menjaga kelestarian hutan. Apalagi saat ini ada sekitar 1.353 desa di Jawa Barat yang berada di sekitar kawasan hutan. Tentunya pengelolaan hutan bersama masyarakat atau PHBM dilakukan melalui wadah Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).
Melalui PHBM, maka eksistensi masyarakat sebagai bagian utuh dari kawasan hutan tetap terjaga harmonis. Diharapkan, kelestarian hutan akan berdampak pada kemajuan perekonomian desa di sekitar kawasan hutan yang tetap hijau dan masyarakat bisa mengambil manfaatnya secara ekonomi dan berkelanjutan dengan tetap menjaga kelestarian hutan.
Menurut Kepala Unit III Perum Perhutani Jabar-Banten Bambang Setiabudhi, jika sebelum tahun 2001 tingkat keberhasilan tanaman hanya rata-rata 80 persen. Namun dalam kurun waktu 2001-2004 tingkat keberhasilan tanaman yang dikelola masyarakat dalam program PHBM sudah mencapai rata-rata 92 persen dan terus meningkat pada kurun 2005-2009 dengan tingkat keberhasilan mencapai 96 persen.
“Dampak PHBM mulai dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Tentunya manfaat ekonomi yang dihasilkan dari kegiatan panen. Kegiatan PHBM juga memberikan kontribusi pada ketahanan pangan di Jawa Barat,” ungkapnya.
Khusus tanaman kopi, menurut Bambang, sejak digulirkan tahun 2002 hingga kini, Perum Perhutani dan LMDH telah menanam kopi seluas 7.921 hektar lebih. Lahan kopi seluas itu dikelola oleh 225 LMDH dengan melibatkan sekitar 12.109 orang penggarap. Rata-rata panen kopi mencapai 0,5 kilogram per pohon.
Di Kabupaten Garut sendiri, terdapat lahan kopi seluas 2.143 hektar yang dikelola oleh 53 LMDH dengan tenaga kerja penggarap mencapai 3.050 orang. Dari luasan tanaman kopi tersebut yang sudah panen mencapai 1.369 hektar dengan tingkat produksi 0,30 kilogram per pohon.

Read more...

Tol Trans Jawa Ancam Kelestarian Hutan

toltransjawaDesain jalan tol di wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan Ngawi dan Saradan yang membelah kawasan hutan berpotensi mengganggu rencana pengaturan kelestarian hutan. Terbelahnya hutan juga membuat hutan rawan pencurian kayu dan okupansi.
Di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Ngawi, luas hutan yang akan digunakan jalan tol sesuai dengan desain jalan tol dari Departemen Pekerjaan Umum adalah 32,98 hektar dari total luas hutan 45.912 hektar, sedangkan di KPH Saradan seluas 79 hektar dari luas total 38.000 hektar.
Saat ini kawasan hutan di KPH Ngawi dan KPH Saradan terbelah tiga jalur, yaitu jalur kereta api, jalur saluran udara tegangan tinggi (SUTT), dan jalan raya Surabaya-Solo. Jika jalan tol dibangun, kawasan hutan akan semakin terpecah-pecah.
Bisa buyar
Kepala Humas KPH Saradan Yusuf Zen Arifin pada Senin (31/8) mengemukakan, kawasan hutan ini berpotensi mengganggu rencana pengaturan kelestarian hutan. Rencana ini berisi rencana penanaman tanaman baru, penyemaian, dan areal penebangan pohon di suatu kawasan hutan.
Administratur KPH Ngawi Budi Setiyono menambahkan, rencana itu dibuat untuk pengembangan kawasan hutan di masing-masing KPH selama 10 tahun. Di KPH Ngawi, perencanaan ini dibuat tahun 2008 untuk pengaturan kelestarian hutan sampai tahun 2018. "Rencana pelestarian hutan yang telah dibuat ini bisa buyar jika jalan tol dibangun," ujarnya.
Apalagi, kata dia, di KPH Ngawi akan ada petak hutan yang luasnya hanya 1,44 hektar dan 3,8 hektar di Resor Pemangkuan Hutan (RPH) Sambirejo jika jalan tol dibangun. Padahal, idealnya satu petak hutan terdiri dari 40 hektar hutan. Sementara untuk dimasukkan ke kategori anak petak hutan pun tidak mungkin karena minimal harus terdiri dari 4 hektar hutan. "Areal hutan yang kecil itu akan menjadi areal hutan yang tidak layak dikelola," ujar Budi.
Jika Departemen Pekerjaan Umum memaksakan desain jalan tolnya, kedua areal ini terpaksa diubah menjadi lapangan dengan tujuan istimewa (LDTI), yang salah satunya bisa digunakan untuk tempat peristirahatan.
Selain berpotensi mengganggu rencana pelestarian hutan, Yusuf mengatakan bahwa kelestarian hutan juga akan terancam. Semakin terbelahnya kawasan hutan akan mempersulit KPH mengawasi hutannya dari kemungkinan pencurian kayu dan okupansi liar oleh warga.
Atas dasar itu, KPH Ngawi dan KPH Saradan mengusulkan agar desain jalan tol diubah. Kedua KPH ini meminta agar jalan tol dibuat di samping jalur SUTT. Dengan usul kedua KPH ini, areal hutan yang digunakan untuk jalan tol lebih sedikit, begitu pula biaya yang dikeluarkan.
Jika mengikuti usul KPH Ngawi dan KPH Saradan, areal hutan yang digunakan untuk jalan tol hanya 56 hektar atau jauh lebih sedikit dari desain jalan tol Departemen Pekerjaan Umum yang menghabiskan 111 hektar hutan.
Dari usul kedua KPH itu, jalan tol tidak perlu dibuat di atas sungai. Sementara berdasarkan desain jalan tol Departemen Pekerjaan Umum, jembatan tol harus dibuat di atas dua sungai.

Read more...

Minggu, 16 Oktober 2011

6 Cara Menjaga Kelestarian Hutan ala SBY

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menekankan pentingnya pelestarian hutan di Indonesia. Untuk menjaga agar hutan Indonesia tetap lestari, setidaknya ada 6 cara yang selama ini diterapkan oleh pemerintah Indonesia. Apa saja? "Pertama, kita terus berupaya menjaga kelestarian hutan primer agar hutan itu bisa menyerap CO2 yang disebut carbon capture. Dengan menjaga hutan itu kita juga menjaga kelestarian biodiversity yang luar biasa yang ada di negeri kita," kata Presiden SBY saat memberi sambutan dalam perayaan Hari Lingkungan Hidup Sedunia di Istana Negara, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta, Selasa (7/6/2011).
Yang kedua, menurut SBY, Indonesia terus bekerja untuk memberantas pembalakan liar, memerangi illegal logging. Illegal logging yang untung adalah perusahaan-perusahaan yang menggunduli hutan itu dengan keuntungan yang berlipat ganda.

"Tapi yang menderita rakyat kita semua karena lingkungan rusak, banjir dan kelongsoran akan terjadi," keluh SBY.

Sedangkan yang ketiga, Indonesia mencegah kerusakan dan menata penggelolaan lahan gambut. Ini harus dilakukan, sebab kalau tidak maka akan terjadi emisi CO2 yang tidak kecil.

"Yang keempat kita juga terus melakukan penghutanan kembali, reboisasi, reforestation, dengan tujuan kita ingin mengembalikan dan terus meningkatkan luasan hutan di negara kita," terangnya.

Sementara yang kelima, Indonesia berupaya melakukan pencegahan dan menanggulangi kebakaran hutan. Kebakaran hutan ini bisa karena alam, karena panas yang luar biasa, tapi kadang-kadang juga karena kecerobohan masyarakat sehingga hutan terbakar.

"Yang keenam. yang tidak kalah pentingnya, meskipun tidak dilakukan di hutan itu sendiri, tapi di seluruh negeri ini adalah gerakan nasional menanam dan memelihara pohon yang tahun lalu sudah kita awali, kita mulai dengan sasaran 1 miliar pohon setiap tahun. Hasilnya tidak akan kita rasakan dua sampai tiga tahun dari sekarang," papar SBY.

SBY menjelaskan, menanam satu miliar pohon itu akan dirasakan oleh bangsa ini, terutama generasi mendatang, 20 sampai 30 tahun mendatang.

"Negara lain ada yang sukses seperti ini contohnya Korsel. Kita harus percaya kalau gerakan menanam 1 miliar pohon itu terus kita lakukan setiap tahun, negeri kita 20-30 tahun lagi akan berubah ke arah yang lebih baik dari segi lingkungan, dan pahala kita tidak akan pernah putus karena akan dinikmati oleh anak cucu kita oleh generasi mendatang," jelas SBY.

Read more...

Penurunan emisi karbon melalui sertifikasi kelestarian hutan produksi

Jakartat (26/04)- Dalam mengurangi pemanasan global, COP 13 telah sepakat atas peran penting pengelolaan hutan lestari dalam menurunkan emisi karbon melalui skema REDD+. Melalui skema REDD+, pengelola hutan yang telah mendapatkan sertifikasi pengelolaan hutan lestari dimungkinkan untuk mendapatkan tambahan insentif jasa lingkungan berupa kredit karbon. Indonesia mendukung kesepakatan global tersebut dengan menargetkan pengurangan emisi karbon sebesar 26% pada 2020 dimana 14%-nya diharapkan datang dari sektor kehutanan yang dikelola secara lestari.
Sertifikasi pengelolaan hutan lestari di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1994 dengan kelompok kerja ekolabel yang di ketuai oleh Prof. Emil Salim. Sampai saat ini hutan yang telah tersertifikasi di Indonesia kurang lebih 1,5 juta ha dengan skema LEI dan 1 juta ha dengan skema FSC. Sertifikasi ekolabel yang kredibel dapat memastikan bahwa unit manajemen Kehutanan menerapkan pengelolaan hutan yang bertanggungjawab dengan penerapan Best Management Practices (BMP) diantaranya upaya-upaya yang dapat menurunkan pelepasan karbon dengan mengurangi degradasi hutan dan mencegah deforestasi.
“Pengurangan emisi dari pengelolaan hutan yang dikelola secara lestari dapat menurunkan emisi sekitar 7% atau separo dari total target pengurangan emisi sektor kehutanan (14 %) melalui proses perlindungan areal hutan dari konversi hutan alam dan penebangan berdampak rendah ,” ujar Agung Prasetyo, Direktur Eksekutif LEI. “Sertifikasi merupakan instrumen pasar yang telah digunakan oleh pemerintah, pemerhati lingkungan, dan bahkan masyarakat petani hutan rakyat untuk membuktikan hutan telah dikelola secara lestari. Manfaat jasa lingkungan melalui perdagangan karbon dari hutan hanya dapat terasa dari hutan lestari yang terjaga fungsinya, karena itu sertifikasi dapat digunakan sebagai instrumen dalam penurunan emisi karbon dari hutan,” imbuhnya.
Sementara itu, WWF Indonesia melalui program Global Forest and Trade Network (GFTN) mendukung upaya sertifikasi hutan dengan memberikan fasilitasi bagi perusahaan – perusahaan pengelola hutan dan pengolah hasil hutan yang berkomitmen tinggi dalam mencapai sertifikat kredibel. “Kami membangun kapasitas pelaku pengelolaan hutan dan industri, menciptakan kondisi pasar yang mendorong para produsen untuk mengelola hutan secara bertanggungjawab dan untuk meningkatkan nilai ekonomi pengelolaan hutan lestari. Kedepannya kami akan menggandengkan usaha pencapaian sertifikasi dengan pasar karbon baik itu yang bersifat voluntary maupun persiapannya dalam skema REDD”, kata Aditya Bayunanda, Koordinator GFTN-Indonesia. Saat ini GFTN telah memfasilitasi 39 perusahaan yang terdiri dari HPH, HTI dan industri dengan target 3 juta hektar hutan di Indonesia tersertifikasi pada akhir tahun 2013”, tambah Aditya.
Kerjasama yang akan dibangun dengan parapihak (stakeholder) Kehutanan meliputi penguatan sistem sertifikasi diantaranya dengan memasukkan komponen jasa lingkungan seperti hidrologi, karbon, biodiversitas serta fasilitasi unit manajemen kehutanan agar dapat memperoleh manfaat ekonomi dari upaya memelihara dan menjaga kelestarian hutan dan jasa lingkungan yang dihasilkannya.
 Catatan untuk Redaksi:
Tentang WWF
WWF adalah organisasi konservasi global yang mandiri dan didirikan pada tahun 1961 di Swiss, dengan hampir 5 juta supporter dan memiliki jaringan yang aktif di lebih dari 100 negara dan di Indonesia bergiat di lebih dari 25 wilayah kerja lapangan dan 17 provinsi. Misi WWF-Indonesia adalah menyelamatkan keanekaragaman hayati dan mengurangi dampak ekologis aktivitas manusia melalui: Mempromosikan etika konservasi yang kuat, kesadartahuan dan upaya-upaya konservasi di kalangan masyarakat Indonesia; Memfasilitasi upaya multi-pihak untuk perlindungan keanekaragaman hayati dan proses-proses ekologis pada skala ekoregion; Melakukan advokasi kebijakan, hukum dan penegakan hukum yang mendukung konservasi, dan; Menggalakkan konservasi untuk kesejahteraan manusia, melalui pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan. Selebihnya tentang WWF-Indonesia, silakan kunjungi website utama organisasi ini di www.panda.org; situs lokal di www.wwf.or.id
Tentang Global Forest & Trade Network (GFTN)
Global Forest & Trade Network (GFTN) merupakan salah satu inisiatif WWF untuk mengeliminasi pembalakan liar (illegal logging). Jaringan GFTN mempromosikan manajemen bertangunggjawab untuk hutan-hutan terancam di Amazon, Amur-Heilong (Rusia), Kalimantan, Sumatra, Congo, Mekong (Asia Tenggara) dan wilayah hutan lain yang terancam.
GFTN memfasilitasi perusahaan-perusahaan dalam mengevaluasi pembelian dan pengimplementasian action plan untuk menjamin bahan baku yang lestari. Dengan memfasilitasi jaringan-jaringan perdagangan antara perusahaan-perusahaan yang berkomitmen terhadap hutan bertanggungjawab, GFTN menciptakan kondisi pasar yang membantu konservasi hutan serta memberikan keuntungan ekonomi dan sosial untuk bisnis dan masyarakat yang bergantung pada hutan. Lebih dari 360 perusahaan menjadi anggota Global Forest & Trade Network, termasuk manufaktur, importir, distributor, retailer, pemilik hutan dan pengelola hutan.
GFTN-Indonesia memiliki 38 anggota, terdiri atas 11 Unit Manajemen Hutan dan 27 trade (manufaktur). Dengan total areal hutan 950 ribu Ha dengan total turnover untuk trade kurang lebih 4 trilyun rupiah (2008).

Read more...

Usaha, Cara & Metode Pelestarian Hutan Agar Tidak Gundul dan Rusak Akibat Eksploitasi Berlebih Demi Melestarikan Lingkungan

Berikut di bawah ini adalah teknik dan cara yang dapat digunakan untuk menjaga hutan kita tetap terjaga dari tangan-tangan perusak jahat. Perambahan hutan tanpa perencanaan dan etika untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya sangatlah berbahaya karena dapat merusak alam dan habitat serta komunitas hewan yang ada di dalamnya.
1. Mencegah cara ladang berpindah / Perladangan Berpindah-pindah
Terkadang para petani tidak mau pusing mengenai kesuburan tanah. Mereka akan mencari lahan pertanian baru ketika tanah yang ditanami sudah tidak subur lagi tanpa adanya tanggung jawab membiarkan ladang terbengkalai dan tandus. Sebaiknya lahan pertanian dibuat menetap dengan menggunakan pupuk untuk menyuburkan tanah yang sudah tidak produktif lagi.
2. Waspada-Waspadalah & Hati-Hati Terhadap Api
Hindari membakar sampah, membuang puntung rokok, membuat api unggun, membakar semak, membuang obor, dan lain sebagainya yang dapat menyebabkan kebakaran hutan. Jika menyalakan api di dekat atau di dalam hutan harus diawasi dan dipantau agar tidak terjadi hal-hal yang lebih buruk. Kebakaran hutan dapat mengganggu kesehatan manusia dan hewan di sekitar lokasi kebakaran dan juga tempat yang jauh sekalipun jika asap terbawa angin kencang.
3. Reboisasi Lahan Gundul dan Metode Tebang Pilih
Kombinasi kedua teknik adalah sesuatu yang wajib dilakukan oleh para pelilik sertifikan HPH atau Hak Pengelolaan Hutan. Para perusahaan penebang pohon harus memilih-milih pohon mana yang sudah cukup umur dan ukuran untuk ditebang. Setelah meneang satu pohon sebaiknya diikuti dengan penanaman kembali beberapa bibit pohon untuk menggantikan pohon yang ditebang tersebut. Lahan yang telah gundul dan rusak karena berbagai hal juga diusahakan dilaksanakan reboisasi untuk mengembalikan pepohonan dan tanaman yang telah hilang.
4. Menempatkan Penjaga Hutan / Polisi Kehutanan / Jagawana
Dengan menempatkan satuan pengaman hutan yang jujur dan menggunakan teknologi dan persenjataan lengkap diharapkan mempu menekan maraknya aksi pengrusakan hutan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Bagi para pelaku kejahatan hutan diberikan sangsi yang tegas dan dihukum seberat-beratnya. Hutan adalah aset / harta suatu bangsa yang sangat berharga yang harus dipertahankan keberadaannya demi anak cucu di masa yang akan datang.

Read more...

Kondisi Hutan Lampung Kritis

GEDONGTATAAN-Kondisi kawasan hutan di Provinsi Lampung, sudah kritis dengan tingkat kerusakan mencapai 60 persen.  Kerusakan hutan terjadi akibat adanya perambahan yang dilakukan oknum yang tidak bertanggungjawab maupun perusahaan yang tidak  memperhatikan keseimbangan alam.
Demikian ditegaskan, Kadis Kehutanan Provinsi Lampung, Warsito, saat melakukan Gerakan Penanaman 1 miliar pohon di Museum Transmigrasi Lampung,  Desa Bagelen Kecamatan, Kecamatan Gedongtataan,  Jumat (17/12) lalu.
“Provinsi Lampung memiliki hutan seluas 1,004 juta hektar. Dimana saat ini, sebagian hutan kini kondisinya rusak parah dan kritis hingga mencapai 60 persen lebih,” ujar Warsito.
Menurutnya, tingkat kerusakan hutan tersebut terjadi akibat adanya perambahan warga maupun pihak perusahaan yang tinggal dikawasan hutan lindung, dimana kerusakan hutan yang paling parah terjadi dikawasan hutan produksi. Hal itu diakibatkan karena penebangan dari pihak perusahaan yang telah mendapatkan izin pengelolaan dan tidak melakukan penanaman kembali terhadap hutan yang telah ditebang, sehingga kerusakan semakin parah.
Untuk itu Dinas Kehutanan Provinsi telah memprogramkan tanaman rakyat maupun hutan kemasyarakatan. Hal ini dilakukan guna mengantisipasi kerusakan hutan yang kondisinya sudah kritis. ”Dampak dari kerusakan hutan akibat penebangan hutan atau pembalakan liar akan menimbulkan penurunan kualitas lingkungan dan akhirnya terjadi peristiwa bencana seperti tanah longsor maupun banjir,” jelasnya.
Kadis Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pesawaran Ir Djamaludin Yusuf MM, mengatakan,  kondisi hutan di Kabupaten Pesawaran saat ini untuk luas hutan di Pesawaran mencapai 36490 hektar yang sebagiannya sudah mengalami kerusakan mencapai 30-40 persen.
“Baik itu hutan yang berada pada register 20 di Kecamatan Padangcermin, register 21 di Kecamatan Kedondong dan register 21 yang berada di Kecamatan Tegineneng serta hutan kawasan Tahura itu semuanya sudah mengalami kerusakan, program penanaman 1 juta pohon yang kita lakukan ini bertujuan agar kerusakan hutan tidak meluas, serta kondisinya diharapkan kedepan akan pulih kembali secara bertahap,” tuturnya.
Senada di ungkapkan Sekdakab Pesawaran, Ir Kesuma Dewangsa MM, mengatakan, untuk mengantisipasi kerusakan hutan tidak meluas Dinas Perkebunan dan Kehutanan telah melakukan penanaman 1 juta bibit pohon baik jenis buahan-buahan dan kayu. Dimana saat ini hutan di kabupaten Pesawaran mengalami kerusakan mencapai 30 persen.
“Saya berharap kegiatan ini mendapat dukungan dan partisipasi warga Pesawaran dalam menjaga kelestarian hutan terutama yang berada dikawasan, yang tentunya  agar tingkat kerusakan hutan  tidak meluas,” harapnya.

Read more...

Berkolaborasi Agar Hutan Lestari

Berbagai kalangan makin gelisah atas parahnya kerusakan hutan di Lampung. Maka, sejumlah konsep penyelamatan hutan coba ditawarkan. Salah satunya adalah pola manajemen kolaboratif yang sedang dengan gencar diayun Dinas Kehutanan Provinsi Lampung.
Untuk mematangkan konsep pengelolaan hutan dengan pelibatan multi-pihak itu, Dinas Kehutanan menggelar Pelatihan dan Pembentukan Jaringan Komunitas Konservasi. Acara yang dihelat di Gedung Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Bandarlampung, 6 Februari lalu itu, dihadiri sejumlah kalangan.  Yakni, pemerintah, anggota legislatif, tokoh partai politik, aktivis LSM, akademisi, dan masyarakat.
Kabid Perlindungan Hutan Dinas Kehutanan Lampung, LJ Sirait, mengemukakan daerah ini memiliki hutan seluas satu juta hektare lebih. Yakni, sepertiga dari sekitar tiga juta hektare luas wilayah Lampung. Tetapi, 65 persen di antaranya sudah rusak. Antara lain akibat penebangan liar serta diubah menjadi perladangan, perkebunan, dan permukiman.
Edison, Koordinator Forum Penyelamatan Hutan Lampung (FKPHL), menyebutkan kerusakan itu merupakan kerugian yang besar. Secara ekologis, degradasi mutu hutan itu menyebabkan berkurangnya habitat satwa, keanekaragaman hayati, produksi oksigen, penyerapan karbondioksida, dan daerah resapan air.
Untuk menyelamatkan dan memulihkan hutan di Lampung perlu kerjasama semua pihak. Karena itu, Edison mendukung Dinas Kehutanan yang mengayun pola manajemen kolaboratif.
Peserta pelatihan juga sepakat tidak membentuk Jaringan Komunitas Konservasi. Mereka lebih memilih mengaktifkan Forum Penyelamatan Hutan Lampung (FKPHL) yang dideklarasikan pada Desember 2008.
Lembaga ini beranggotakan Dinas Kehutanan Lampung, Polda, Kejaksaan Tinggi, Walhi, Watala, AJI, WWF, beberapa partai politik, dan sejumlah individu. Edison, mengatakan organisasinya membuka diri bagi semua individu dan lembaga yang peduli terhadap pelestarian hutan untuk menjadi anggota.
Selain menghidupkan forum-forum dialog, Dinas Kehutanan Lampung sekarang fokus pada upaya penyelamatan Taman Hutan Raya Wan Abdurrahman (Tahura WAR).
Pada Kamis 10 Desember lalu, instansi ini menggelar sosialisasi dan tatap muka dengan warga Desa Kubang Badak, Kecamatan Padangcermin, Kabupaten Pesawaran. Ini adalah desa yang masuk kawasan Tahura WAR. Jalan menuju permukiman warga sudah terbuka sehingga mudah dilewati kendaraan, baik motor maupun mobil. Dengan motor butuh waktu 30 menit dari Bandarlampung untuk sampai di desa berpenduduk sekitar 60 KK itu.
Di Desa Kubang Badak ini, Dinas Kehutanan Provinsi Lampung melakukan pendekatan komunikasi dan memberikan pengarahan mengenai pentingnya menjaga kelestarian kawasan hutan. Kepada warga diberi pemahaman, Tahura WAR adalah kawasan konservasi. Maka, tidak boleh ada aktivitas dan permukiman warga. Sebab akan mengubah fungsi hutan, terutama sebagai penata air dan penstabil iklim.
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Lampung Hanan A. Rozak memberikan solusi kepada warga sekitar Tahura. Warga diperbolehkan menggarap lahan yang telah dikelola tetapi dengan memenuhi persyaratan tertentu.
Yakni, segala aktivitas warga di dalam kawasan Tahura tidak boleh sampai merusak fungsi konservasinya. Seperti, menebang pohon, berkebun, apalagi berladang. Maka dari itu, pemerintah meminta tidak ada lagi permukiman di dalam Tahura WAR.
Dinas Kehutanan menggelar sosialisasi dan tatap muka itu sebagai langkah mengubah strategi penyelamatan kawasan konservasi. Yakni, dari cara-cara represif ke upaya persuasif. Pada tahun 1990-an, pemerintah mengusir warga dari Tahura dengan kekerasan.
Sekarang, langkah represif itu tidak akan diambil karena terbukti menimbulkan banyak korban di tingkat warga. Langkah dialog dipandang paling tepat untuk mencapai kesepakatan antara warga dan pemerintah.
Dari berbagai dialog panjang sejak tahun 2005, pemerintah, LSM, dan warga bersepakat melestarikan Tahura WAR agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.
Direktur Eksekutif Watala, Rini Pahlawanti, melihat masalah Tahura WAR harus diselesaikan secara persuasif dan tidak dapat dituntaskan dengan cepat. Pemerintah juga mesti mengetahui terlebih dulu akar permasalahannya. Sebab, setiap warga di sana memiliki persoalan yang berbeda. Seperti, soal budaya dan konflik mengenai tapal batas kawasan.
Karena itu, perlu campur tangan pihak ketiga yang dianggap mampu bersikap netral. Persoalan Tahura WAR tidak akan selesai hanya dengan dialog warga dan pemerintah, kata Rini.
Tahura WAR memang makin memprihatinkan. Kawasan konservasi seluas sekitar 22 ribu hektare itu tinggal 39 persen yang berhutan. Sisanya, 55 persen berubah menjadi kebun campuran, 5 persen perladangan dan lahan terbuka, serta satu persen semak belukar.
Banyak pihak, sudah sejak lama mendesak kawasan konservasi ini diselamatkan. Sebab, Tahura WAR merupakan sistem ekologi yang vital bagi Bandarlampung dan Kabupaten Pesawaran.
Kawasan yang juga dikenal sebagai Register 19 Gunung Betung itu, selama ini berfungsi sebagai sistem tata air dan stabilitas iklim bagi Kota Bandarlampung dan Kabupaten Pesawaran.
Kerusakan hutan ini berarti mengancam ketersediaan air bagi warga Bandarlampung dan Pesawaran. Sejak beberapa tahun ini, warga Bandarlampung kian sulit memperoleh air bersih. Salah satu disebabkan oleh kian parahnya kerusakan Tahura WAR.
Dinas Kehutanan Lampung menyebutkan, kawasan ini menghadapi sejumlah tekanan. Penebangan liar, perambahan, dan alih fungsi hutan menjadi perladangan, perkebunan, dan permukiman, terus mengancam kelestariannya.
Di hutan yang sudah ditingkatkan statusnya dari lindung menjadi konservasi itu, terdapat banyak permukiman warga. Kawasan ini dikelilingi tujuh kecamatan dan 36 desa serta 67 dusun. Ada sekitar 117 ribu jiwa atau 23 ribu KK tinggal di dalam dan sekitar hutan konservasi tersebut.
Selain itu, jalan masuk ke hutan itu begitu terbuka sehingga memperberat tekanan terhadap sistem penyangga kehidupan tersebut. Kepala Dinas Kehutanan Lampung percaya, Tahura WAR dapat dipulihkan dengan pola manajemen kolaboratif.
Sekarang, Dinas Kehutanan, kalangan LSM, dan warga Tahura sedang menyusun kerangka operasional konsep pengelolaan multi-pihak itu. Intinya, ada kerjasama antara pemerintah dan masyarakat. Pada akhirnya akan tercapai keadaan: warga sejahtera, Tahura WAR tetap lestari.

Read more...

Pemkab Lamtim-Unila Kerja Sama Kelola 700 Hektare Hutan ‘Mangrove’

PEMERINTAH Kabupaten Lampung Timur berupaya terus melakukan pembangunan di berbagai sektor, tidak terkecuali pada sektor kelautan. Kemarin dilakukan penandatanganan kerja sama antara Pemkab Lamtim dengan Universtas Lampung (Unila) dalam pengelolaan terpadu hutan mangrove 700 hektare (ha) berbasis masyarakat di wilayah pesisir daerah itu.

Naskah kerja sama atau memorandum of understanding (MoU) itu ditandatangani Bupati Lamtim Erwin Arifin, S.H., M.H. dengan Rektor Unila Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S. dengan disaksikan Sekretaris Daerah Kabupaten Lamtim I Wayan Sutarja dan sejumlah pejabat di Pemkab itu. Sementara rombongan dari Unila di antaranya Prof. Ali Kabul Mahi, M.S., Prof. Suharso, Drs. Agus Hadiawan, Sudirman Mehsan, S.H., M.H., Drs. Mardi Sahferi, M.M., dan Ir. Suhartini. Penandatanganan dilakukan di rumah dinas Bupati Lampung Timur.
Kerja sama itu meliputi perencanaan program pembangunan dan pelestarian hutan mangrove di wilayah pesisir Lamtim. Kemudian pengelolaan hutan mangrove 700 ha di Desa Margasari, Kecamatan Labuhanmaringgai, Lamtim. Selain itu, juga pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar, pendataaan serta penguatan kelembagaan masyarakat desa sekitar hutan mangrove, dan untuk mendorong partisipasi masyarakat.
Kemudian kerja sama juga di bidang pendidikan, penelitian, pelatihan, dan pelayanan masyarakat serta pelaksanaan kaji tindak. Dan juga pembangunan Mangrove Centre dan pengembangan jaringan kerja sama secara nasional dan internasional.
Dalam sambutannya, Bupati Lamtim meyambut gembira dan menyampaikan penghargaan setingi-tingginya atas kerja sama tersebut. Setelah ditandatanganinya MoU itu, diharapkan kerja sama ini benar-benar dapat berjalan, sehingga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat, khususnya di Lamtim. Hutan mangrove dapat menjaga kelestarian ekosistem laut dan juga dapat mengurangi tingkat abrasi pantai di pesisir kabupaten setempat.
Lebih jauh Bupati mengharapkan kerja sama pada bidang-bidang lain sehingga pembangunan di Lamtim dapat berhasil dan berdaya guna untuk kepentingan dan kemakmuran masyarakat kabupaten tersebut.
Dalam kesempatan yang sama, Sugeng P. Harianto dalam sambutannya mengucapkan terima kasih kepada Bupati Lamtim atas terjalinnya kerja sama ini. Unila secara terbuka menjalin kerja sama pada bidang penelitian perencanaan dalam proses pembangunan Provinsi Lampung, khususnya Lamtim.
Lebih jauh dikatakan karena Lamtim memiliki berbagai potensi yang perlu dikembangkan dan dikaji untuk kepentingan masyarakat, Unila akan alokasikan untuk riset, penelitian dan pengabdian, serta pengelolaan hutan mangrove di Lampung Timur. Selain itu, pada wilayah tersebut akan direkrut tenaga pengelolaan hutan mangrove yang pada akhirnya hutan mangrove ini benar-benar memberi kesejahteraan bagi masyarakat Kabupaten Lampung Timur.

Read more...

317.615 Hektar Hutan Lindung Lampung Dilirik Perdagangan Karbon

BANDAR LAMPUNG, SELASA - Hutan lindung di wilayah Lampung seluas 317.615 hektar saat ini dilirik negara-negara maju untuk diikutkan dalam perdagangan karbon. Saat ini Pemerintah Provinsi Lampung tengah mengkaji prosedur dan kontrak perdagangan karbon yang ditawarkan.
Asisten II Gubernur Lampung Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan (Ekubang), Djunaedi Jaya, Selasa (28/10) pada acara ekspose kerjasama perdagangan karbon internasional di Gedung Gubernur Lampung mengatakan, kerjasama perdagangan karbon tersebut akan menguntungkan Lampung. Selama ini, diketahui hutan lindung di Lampung sudah banyak yang rusak.
"Kerusakan terjadi karena faktor ekonomi, masyarakat masuk hutan dan merambah. Selain itu hutan rusak juga akibat penebangan liar. Sementara kita tidak memiliki dana cukup untuk menjaga dan memelihara hutan," ujar Djunaedi Jaya.
Berdasarkan ekspose, satu ton karbon dihargai sekitar 1013 dollar Amerika Serikat (AS). Harga tersebut diperkirakan akan terus meningkat menjadi 100 dollar AS per ton pada 2012.
Menurut Djunaedi, tawaran tersebut cukup menarik. Apabila Lampung dengan luasan hutan lindung 317.615 hektar yang terletak di lima kabupaten mampu menjaga kelestarian hutan, Lampung bisa mendapat kompensasi sekitar 80 persen dari perdagangan karbon.
"Pemprov Lampung akan mempelajari rancangan kerjasama perdagangan karbon tersebut. Kami akan segera memaparkan tawaran ini kepada bapak gubernur untuk ditindaklanjuti," ujar Djunaedi.
Erlyn Rommel, mitra lokal Carbon Strategic Global Ltd (CSG) atai IBN Group yang berkedudukan di Australia pada ekspose tersebut mengatakan, dana kompensasi tersebut harus bisa dimanfaatkan untuk menjaga kelestarian hutan. Sesuai mekanisme perdagangan, CSG akan melihat potensi hutan lindung Lampung dan kemampuan produksi karbon.
Kemampuan produksi akan dikalikan dengan harga per ton karbon. Hasilnya akan dibagi antara Pemprov Lampung, kabupaten pemilik hutan, serta CSG. Apabila dalam masa kontrak terjadi kerusakan hutan yang cukup parah, kontrak akan langsung dihentikan.
Untuk bisa menjaga hutan, CSG akan memfasilitasi Pemprov Lampung dalam hal penjagaan dan pengawasan hutan. CSG akan merekrut polisi hutan dan membayar dengan bayaran tinggi untuk membantu menjaga hutan dari pen ebangan liar atau aksi perusakan. CSG juga akan memberikan pendidikan mengenai kehutanan kepada masyarakat sekitar hutan lindung.
Menurut Erlyn, perdagangan karbon tersebut menarik. Perdagangan karbon merupakan kompensasi dari negara-negara industri maju untuk membayar kerusakan lingkungan yang sudah mereka buat. Asap karbon dioksida yang dihasilkan pabrik-pabrik di Eropa dan AS sudah merusak lapisan ozon.
Salah satu cara untuk memperbaiki kerusakan ozon adalah dengan mempertahankan produksi karbon dari hutan-hutan di Indonesia, Asia Pasific, Amerika Selatan, ataupun Papua New Guinea. Kompensasi diambilkan dari pembayaran negara-negara maju tersebut atas kerusakan lingkungan yang dibuat.
CSG berupaya memfasilitasi daerah-daerah di Indonesia yang memiliki hutan untuk mendapatkan kompensasi atas karbon yang dihasilkan, sekaligus untuk menjaga dan memelihara hutan lindung.

Read more...

Kunjungan Kerja Menhut di Lampung Barat : Ajak Jaga Kelestarian Hutan

Masyarakat Kabupaten Lampung Barat harus selalu menjaga kelestarian hutan serta tidak merusak ekosistem yang ada di dalam hutan, sebab apabila kelestarian hutan di daerah tersebut rusak, maka masyarakat Lampung Baratlah yang pertama kali merasakan dampaknya.  Demikian diungkapkan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Zulkifli Hasan, S.E, M.M dalam kunjungannya di Kabupaten Lampung Barat pada Rabu (01/9).  Kedatangan Menteri Kehutanan (Menhut) Republik Indonesia Zulkifli Hasan di Kabupaten Lampung Barat dalam rangka melakukan kunjungan kerja disambut langsung oleh Bupati Lampung Barat Drs. Hi. Mukhlis Basri beserta Forkopimda, Ketua DPRD dan pejabat dilingkungan Pemkab Lampung Barat, bahkan kedatangan Menhut tersebut Pemkab sudah mempersiapkan berbagai acara terkait pengelolaan hutan di Kabupaten Lampung Barat.

Dalam kunjungan tersebut Menteri Kehutanan menyerahkan izin definitif pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKm).  Menurut Zulkifli Hasan penanggung jawab kesejahteraan masyarakat di Lampung Barat bukan menjadi tanggung jawab bupati, akan tetapi dalam hal ini Kementerian Kehutanan RI juga memiliki tanggung jawab yang besar dalam mensejahterakan masyarakat di Lampung Barat.  Karena Lampung Barat wilayahnya 70% nya merupakan kawasan wilayah hutan.  “Jadi kita dari Kementerian Kehutanan bertanggung jawab juga terhadap kesejahteraan masyarakat di Lampung Barat ini, apalagi Lampung Barat 70% wilayahnya hutan,”terang Zulkifli Hasan.

Dijelaskan oleh Zulkifli Hasan bahwa program HKm dan HTR merupakan sebuah terobosan yang diambil pemerintah pusat untuk memberikan perhatian kepada masyarakat yang memang sudah puluhan tahun berada di wilayah hutan yang menurut Undang-Undang tidak diperbolehkan.  Program ini bukan melegalkan pendudukan di wilayah hutan, namun bertujuan agar rakyat dapat mengelolanya dan mengambil manfaatnya.  Sedangkan hutan dapat berfungsi secara optimal.  Bila hutan kita rusak maka tidak bias berfungsi sebagai penampung air, malah mengakibatkan bencana seperti longsor.

Pada kesempatan kunjungan kerjanya tersebut Menhut Zulkifli Hasan menyerahkan secara simbolis izin pengelolaan HKm kepada 7 kelompok tani di Lampung Barat selama 35 tahun sesuai dengan SK Menhut No.58/MENHUT-II/2010.  Pemerintah juga harus memiliki andil penuh dalam pelestarian hutan terutama untuk di Lampung Barat.  Karena fungsi adanya hutan disamping dapat menghasilkan oksigen yang merupakan kebutuhan manusia, hutan sangat penting untuk menjaga keseimbangan alam dan ekosistem yang ada di dalamnya.
Berdasarkan hasil penelitian dari lembaga ICRAF dilokasi Hutan Kemasyarakatan Register 45 B Bukit Rigis, ternyata dengan kegiatan HKm telah mampu meningkatkan kemauan masyarakat menanam tanaman baik berupa kayu-kayuan, dan tanaman serba guna sangat menguntungkan masyarakat miskin, meningkatkan nilai lahan dan pendapatan masyarakat, meningkatkan investasi dalam penanaman pohon dan investasi lahan serta meningkatkan nilai jasa lingkungan dari system agroforestry.  Pada kesempatan tersebut Zulkifli Hasan menghimbau agar masyarakat dapat secara bersama-sama dengan pemerintah dalam mengembalikan fungsi hutan melalui berbagai macam program yang diluncurkan oleh Kementerian Kehutanan.

Sementara itu Bupati Lampung Barat Drs. Hi. Mukhlis Basri mengatakan bahwa Kabupaten Lampung Barat memiliki luas wilayah 4.950,40 Km2 atau 13,99% dari luas wilayah Propinsi Lampung.  Sebagian besar wilayah Lampung Barat (76,78%) adalah kawasan hutan, yakni Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) seluas 280.300 Ha, Hutan Lindung 48.873,37 Ha, Hutan Produksi Terbatas (HPT) 33.358 Ha dan cagar alam laut seluas 17.282 Ha. Untuk HPT di Lampung Barat telah dirubah menjadi HTR.  Hingga saat ini Lampung Barat telah mengantongi izin HKm 35 tahun dan sudah disampaikan kepada masyarakat Lampung Barat. Dijelaskan saat ini luas HTR di Lampung Barat 24.835 Ha dan saat ini sudah diproses pengajuan pelaksanaannya serta tinggal menunggu penerbitan izin dari Bupati Lampung Barat. Bahkan berkas yang telah diajukan oleh kelompok masyarakat sudah diverifikasi oleh Balai Pemantau Pemanfaatan Hutan Produksi (BP2HP) Propinsi Lampung dan Tim dari Palembang. 

Selain itu Pemkab Lampung Barat juga telah melakukan penanaman pohon baik di dalam hutan maupun lingkungannya masing-masing.  Kabupaten Lampung Barat juga memiliki potensi panas bumi yang cukup besar, hanya saja keberadaan panas bumi tersebut sebagian besar berada dalam kawasan TNBBS, dan saat ini telah mendapatkan izin Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) dari Menteri Kehutanan.  Saat ini panas bumi Sekincau –Suoh telah memasuki dan masih dalam proses tender.

Pada saat mlakukan kunjungan di Lampung Barat, Menteri Kehutanan didampingi oleh pejabat eslon I yang membidangi masalah HTR pada Departemen Kehutanan Indri dan Hadi Daryanto serta Sekretaris Daerah Propinsi Lampung Irhan Jafar Lan Putera.  (BF/Zan/Tim BJ/Humas Lambar).

Read more...

Berita Lampung hutan mangrove Lampung 96% Hilang

Hasil pencitraan satelit terbaru kelompok kerja pelestarian hutan mangrove terpadu Provinsi Lampung menunjukkan sekitar 96% dari keseluruhan luas hutan mangrove di Lampung hilang.

"Luas lahan mangrove hanya tersisa 3.108 hektare saja, dari potensi lahan seluas 93.938,84 hektare. Seluruhnya habis ditebang untuk kepentingan tambak dan kawasan pariwisata," kata anggota Kelompok Kerja Pelestarian Hutan Mangrove Terpadu Provinsi Lampung Herza Yulianto, Jumat (25/2).

Menurut dia, hasil pencitraan tersebut menunjukkan, lebih dari 96% keseluruhan luas hutan mangrove Lampung saat ini telah hilang dan beralih fungsi dan mengancam keamanan hidup masyarakat di masa depan.

Atas dasar fenomena tersebut, kelompok kerja akan bertindak cepat, yaitu mendesak Gubernur Lampung untuk mengeluarkan edaran kepada seluruh bupati dan wali kota yang memiliki wilayah pesisir di wilayah itu untuk segera membenahi kelestarian hutan mangrove.

Selain itu, lanjut dia, pokja juga akan mendorong partisipasi pihak swasta untuk membantu pemulihan kawasan mangrove yang tingkat degradasinya sudah sangat luar biasa.

"Pokja akan melakukan komunikasi dengan pihak swasta, khususnya para petambak, untuk membangun 'green belt' berupa hutan bakau di sekitar tambak mereka, sekaligus meningkatkan dan mempertegas pengawasannya," kata Herza.

Ia melanjutkan Pokja melihat adanya proses pemberian izin alih fungsi lahan menjadi tambak di kawasan pesisir oleh BPN yang terlalu mudah, sehingga pihaknya akan melakukan komunikasi dengan BPN mengenai hal tersebut.

"Pendekatan pemberian izin bagi petambak hendaknya tidak melulu atas dasar PAD, namun juga keselamatan masyarakat pada masa depan," kata dia.

Kelompok kerja pelestarian hutan mangrove terpadu Provinsi Lampung merupakan forum multistakeholder yang bertugas membantu gubernur mengawasi dan menjalankan kebijakan pelestarian hutan mangrove. Kelompok kerja tersebut beranggotakan tim dari berbagai elemen, mulai dari pemerintah dari multiinstansi, LSM, hingga perwakilan masyarakat, dan dibentuk oleh Gubernur Lampung pada 2008.

Dua tahun pascapembentukannya, kelompok kerja itu mengaku belum memiliki data pasti tentang luas hutan mangrove terkini di Provinsi Lampung, kecuali hasil dari pencitraan satelit yang dilakukan oleh Badan Pengawasan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPPLH) Provinsi Lampung.

Read more...

Pelestarian hutan mangrove di Lampung Timur perlu diperhatikan

Sukadana-(IMN)  Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Lampung Timur, AKBP Bambang Haryanto menyatakan masyarakat perlu melindungi hutan mangrove dari para perambah, sehingga kelestarian lingkungan dapat terjaga di daerah itu.

"Masyarakat perlu dilibatkan dalam pelestarian hutan mangrove di Lampung Timur ini, karena mereka berada di tempat yang lebih dekat," kata, di Sukadana, Minggu.

Ia menjelaskan, kondisi hutan mangrove di Kabupaten Lampung Timur saat ini semakin memperihatinkan, sehingga perlu adanya perhatian semua pihak, termasuk pihak kepolisian dan masyarakat.

"Jika hanya pemerintah saja yang bertanggungjawab terhadap kelestarian hutan mangrove andalan Lampung Timur tersebut maka tidak akan mampu dan perlu dukungan semua pihak," terangnya.

Menurutnya, jangan sampai ketika kejadian perambahan hutan sudah terjadi dan meluas, masyarakat baru melaporkan ke pihak terkait, maka hal itu cukup membutuhkan biaya dan tenaga lebih besar.

Ia menambahkan, jika aksi perambahan hutan mangrove bisa dicegah lebih dini, hal itu tentu lebih baik dan bisa menghemat tenaga maupun biaya.

"Apabila aksi perambahan hutan oleh warga tertentu terjadi maka akan membutuhkan tenaga untuk penyelidikan sampai pengadilan yang cukup panjang, sehingga jika hal itu terjadi terus-menerus sangat menguras tenaga dan biaya sedangkan pelestarian lingkungan belum tentu terjaga," katanya

Read more...

Jumat, 14 Oktober 2011

Pelestarian Hutan, Lestarikan Pohon Damar


Pohon damar merupakan jenis pohon yang dapat menghasilkan produksi komoditas unggulan Lampung Barat yaitu Damar.  Jenis damar yang banyak di Lampung Barat adalah damar mata kucing. Pohon damar banyak kita jumpai di wilayah Lampung Barat terutama di wilayah pesisir Kabupaten Lampung Barat yang membentang di sepanjang pantai Barat Lampung yang terdiri dari 8 kecamatan yakni Kecamatan Lemong, Pesisir Utara, Karya Penggawa, Pesisir Tengah, Pesisir Selatan, Ngambur, Bengkunat, dan Bengkunat Belimbing, terhampar pohon damar (Shorea Javanica) – hutan dan perkebunan dikenal dengan sistem agroforest-masyarakat menyebutnya repong damar.
Repong damar ini merupakan contoh keberhasilan system yang dirancang dan dilaksanakan tanpa perencanaan yang sistematis.  Masyarakat melakukannya sendiri secara turun temurun tanpa bantuan dan masukan dari pemerintah.  Ternyata tradisi ini terbukti mampu dikelola dengan baik secara turun temurun sampai generasi saat ini.  Pelestarian repong damar ini banyak sekali keuntungan yang diperoleh baik secara ekonomis baik lingkungan hidup karena pengelolaannya unik dan nyaris sempurna.  Sistem repong diyakini mampu merekonstruksu ekosistem hutan dan lahan pertanian, juga menguntungkan dalam jangka panjang akan mendatangkan keuntungan ekonomi memiliki landasan sosial yang kokoh.  Repong damar dapat dianalisa sebagai hutan tropis.

Sementara secara biologis repong damar adalah hutan yang mendatangkan manfaat yakni kesatuan tumbuhan dan binatang yang kompleks dengan paduan proses biologis yang selaras dalam jangka panjang dapat berkembang dengan baik.  Penggiat masyarakat peduli lingkungan yang juga sebagai pelestari repong damar ini selalu berupaya agar pelestarian pohon damar ini perlu dilestarikan dan ditumbuh kembangkan untuk kemaslahatan anak dan cucu dan generasi yang akan datang.

Namun kondisi repong damar yang ada saat ini sangat memprihatinkan, dimana penebangan pohon damar yang akhir-akhir ini marak disebabkan kurangnya kesadaran pelestarian akan pohon ini, dimana hanya karena alasan ekonomi dan kepentingan sesaat pohon ditebang dan kemudian dijual kayunya. Sementara itu sebatang pohon damar untuk menghasilkan produksi damar memerlukan 25-30 tahun baru berproduksi.  Hal ini sangat mengganggu pikiran kita, karena repong damar yang menjadi kebanggaan Lampung Barat selama ini akan punah dan tidak ditemukannya hutan damar apabila pemerintah tidak secepatnya melakukan tindakan dan pencegahan penebangan secara liar pohon damar.  Perhatian serius dari Pemkab akan mampu memperlambat bahkan secara umum akan mampu mempertahankan repong damar yang menjadi kebanggaan Kabupaten Lampng Barat.

Read more...

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP