Hutan tropis merupakan paru-paru dunia yang berperan besar terhadap kestabilan iklim global. Namun apa jadinya jika hutan semakin tergerus? Dapatkah bioteknologi berperan dalam pelestarian hutan?
Penurunan luas lahan hutan di Indonesia terjadi sangat cepat, utamanya dipicu oleh naiknya populasi penduduk yang berarti pula naiknya konsumsi kayu, sementara luas hutan tidak bertambah, area bekas penebangan dibiarkan begitu saja tanpa ada upaya serius untuk merehabilitasinya. Belum lagi
illegal logging yang semakin memperparah laju penurunan areal hutan. Data tahun 2005 saja menunjukkan bahwa suplai kayu nasional yang tercatat oleh Departemen Kehutanan sebesar 42,3 juta m3 (itu tidak termasuk kayu ilegal lho). Konsumsi global sendiri tahun 1990 sebesar 2.5 miliar m3 dan terus meningkat setiap tahunnya.
Fakta mengenai degradasi hutan tersebut amat memprihatinkan, sebab di samping berpengaruh terhadap perubahan iklim global juga dapat mengganggu ekosistem flora dan faunanya. Sering kita dengar binatang-binatang buas keluar dari hutan dan menyerang lahan penduduk. Jangan salahkan harimau yang memangsa hewan ternak demi sesuap nasi, ups, seonggok daging karena tak kuasa menahan lapar. Itu semua berawal dari semakin sempitnya lahan hutan yang multifungsi.
Peran Bioteknologi
Kita tentu tidak bisa membiarkan hutan kita habis suatu saat nanti, harus ada upaya rehabilitasi hutan yang terencana dan menyeluruh serta melibatkan semua pihak. Dalam acara 1st Genetic Analyzer User Meeting yang diselenggarakan oleh salah satu pemasok mesin DNA sequencer pada tanggal 2 Juni 2009 lalu di Jakarta, tampil sebagai salah satu pembicara yaitu dari
Center for Forest Biotechnology and Tree Improvement (CFBTI) Yogyakarta. Beliau memaparkan berbagai tantangan dan upaya yang dilakukan pemerintah melalui CFBTI untuk merehabilitasi hutan di Indonesia.
Tantangan yang dihadapi dalam pembangunan hutan di Indonesia antara lain:
- Rehabilitasi hutan alami
- Rehabilitasi hutan yang rusak dan tidak produktif
- Pembangunan hutan perkebunan
- Konservasi sumber-sumber genetik, dan
- Pengendalian pembalakan liar (illegal logging)
CFBTI yang berdiri sejak tahun 1984 ini melakukan riset-riset genetik molekuler yang berfokus pada 11 spesies tanaman, yaitu:
- Jati (Tectona grandis)
- Spesies yang tumbuh dengan cepat (Acacia spp. dan Eucalyptus spp.)
- Kayuputih (Melaleuca cajuput)
- Cendana (Santalum album)
- Iron wood (Eusideroxylon zwageri)
- Pulai (Alstonia sp.)
- Sengon (Falcataria mollucana)
- Surian (Toona sureni)
- Merbau (Intsia bijuga)
Lebih lanjut, beliau juga menguraikan riset-riset genetika molekular yang dilakukan lembaganya:
Pembiakan molekuler (molecular breeding)
Pembiakan molekuler dilakukan dengan mengaplikasikan penanda (
marker) molekuler untuk perbaikan genetika tanaman melalui analisis paternal, sistem perkawinan dan analisis aliran gen. Dengan melakukan seleksi, pengaturan jarak antara pohon-pohon dalam kebun pembibitan dan uji keturunan (
progeny test) untuk mengetahui komposisi genetik serta manajemen kebun pembibitan untuk meningkatkan probabilitas perkawinan antara genotip-genotip yang diinginkan, diharapkan bisa diperoleh pohon-pohon dengan kualitas plus.
Genetika populasi
Saat ini CFBTI mengembangkan suatu database genetik untuk kayu jati di Indonesia untuk melindungi konsumen dari penipuan. Seperti kita ketahui kayu jati merupakan kayu dengan kualitas terbaik dengan harga mahal. Dengan adanya database genetik ini kualitas suatu jenis kayu jati bisa ditentukan dengan tepat sehingga konsumen tidak akan bisa dikelabui oleh para penjual kayu yang kadang-kadang suka berbuat licik.
Biosecurity
CFBTI mengembangkan teknik-teknik berbasis PCR dan DNA Sequencing untuk mendeteksi penyakit pembusukan akar (
root rot disease) pada pepohonan.
Botani forensik
Seperti halnya forensik pada manusia untuk melacak asal-usul atau identitas korban maupun pelaku kriminal, pada dunia kayu-kayuan juga diperlukan ilmu botani forensik. Dengan membangun suatu database dan
barcode DNA, maka bisa dilacak asal-usul produk-produk kayu, diperoleh dari hutan mana, dan apakah kayu itu diperoleh secara legal atau hasil penebangan liar.
Harus Sinergi
Kerja keras CFBTI kita harapkan dapat menjadi sumbangan yang sangat berarti bagi kelestarian hutan di Indonesia. Namun bioteknologi saja tidak akan cukup tanpa didukung dengan upaya pemerintah dalam bidang lainnya. Berantas terus para pembalak liar terutama mereka yang kelas kakap dan yang berlindung di balik HPH. Jangan ada pula pengalihan fungsi hutan dari hutan lindung ke hutan industri hanya karena sogokan segelintir pengusaha kepada pemerintah setempat. Pemerintah bersama masyarakat juga harus mulai mencari alternatif untuk mengurangi ketergantungan terhadap kayu dan produk turunannya agar konsumsi kayu hutan bisa ditekan. Begitu pula upaya rehabilitasi dan reboisasi hutan harus digalakkan kembali dan melibatkan seluruh lapisan masyarakat.
0 komentar:
Posting Komentar