Berita Lampung hutan mangrove Lampung 96% Hilang
Hasil pencitraan satelit terbaru kelompok kerja pelestarian hutan mangrove terpadu Provinsi Lampung menunjukkan sekitar 96% dari keseluruhan luas hutan mangrove di Lampung hilang.
"Luas lahan mangrove hanya tersisa 3.108 hektare saja, dari potensi lahan seluas 93.938,84 hektare. Seluruhnya habis ditebang untuk kepentingan tambak dan kawasan pariwisata," kata anggota Kelompok Kerja Pelestarian Hutan Mangrove Terpadu Provinsi Lampung Herza Yulianto, Jumat (25/2).
Menurut dia, hasil pencitraan tersebut menunjukkan, lebih dari 96% keseluruhan luas hutan mangrove Lampung saat ini telah hilang dan beralih fungsi dan mengancam keamanan hidup masyarakat di masa depan.
Atas dasar fenomena tersebut, kelompok kerja akan bertindak cepat, yaitu mendesak Gubernur Lampung untuk mengeluarkan edaran kepada seluruh bupati dan wali kota yang memiliki wilayah pesisir di wilayah itu untuk segera membenahi kelestarian hutan mangrove.
Selain itu, lanjut dia, pokja juga akan mendorong partisipasi pihak swasta untuk membantu pemulihan kawasan mangrove yang tingkat degradasinya sudah sangat luar biasa.
"Pokja akan melakukan komunikasi dengan pihak swasta, khususnya para petambak, untuk membangun 'green belt' berupa hutan bakau di sekitar tambak mereka, sekaligus meningkatkan dan mempertegas pengawasannya," kata Herza.
Ia melanjutkan Pokja melihat adanya proses pemberian izin alih fungsi lahan menjadi tambak di kawasan pesisir oleh BPN yang terlalu mudah, sehingga pihaknya akan melakukan komunikasi dengan BPN mengenai hal tersebut.
"Pendekatan pemberian izin bagi petambak hendaknya tidak melulu atas dasar PAD, namun juga keselamatan masyarakat pada masa depan," kata dia.
Kelompok kerja pelestarian hutan mangrove terpadu Provinsi Lampung merupakan forum multistakeholder yang bertugas membantu gubernur mengawasi dan menjalankan kebijakan pelestarian hutan mangrove. Kelompok kerja tersebut beranggotakan tim dari berbagai elemen, mulai dari pemerintah dari multiinstansi, LSM, hingga perwakilan masyarakat, dan dibentuk oleh Gubernur Lampung pada 2008.
Dua tahun pascapembentukannya, kelompok kerja itu mengaku belum memiliki data pasti tentang luas hutan mangrove terkini di Provinsi Lampung, kecuali hasil dari pencitraan satelit yang dilakukan oleh Badan Pengawasan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPPLH) Provinsi Lampung.
"Luas lahan mangrove hanya tersisa 3.108 hektare saja, dari potensi lahan seluas 93.938,84 hektare. Seluruhnya habis ditebang untuk kepentingan tambak dan kawasan pariwisata," kata anggota Kelompok Kerja Pelestarian Hutan Mangrove Terpadu Provinsi Lampung Herza Yulianto, Jumat (25/2).
Menurut dia, hasil pencitraan tersebut menunjukkan, lebih dari 96% keseluruhan luas hutan mangrove Lampung saat ini telah hilang dan beralih fungsi dan mengancam keamanan hidup masyarakat di masa depan.
Atas dasar fenomena tersebut, kelompok kerja akan bertindak cepat, yaitu mendesak Gubernur Lampung untuk mengeluarkan edaran kepada seluruh bupati dan wali kota yang memiliki wilayah pesisir di wilayah itu untuk segera membenahi kelestarian hutan mangrove.
Selain itu, lanjut dia, pokja juga akan mendorong partisipasi pihak swasta untuk membantu pemulihan kawasan mangrove yang tingkat degradasinya sudah sangat luar biasa.
"Pokja akan melakukan komunikasi dengan pihak swasta, khususnya para petambak, untuk membangun 'green belt' berupa hutan bakau di sekitar tambak mereka, sekaligus meningkatkan dan mempertegas pengawasannya," kata Herza.
Ia melanjutkan Pokja melihat adanya proses pemberian izin alih fungsi lahan menjadi tambak di kawasan pesisir oleh BPN yang terlalu mudah, sehingga pihaknya akan melakukan komunikasi dengan BPN mengenai hal tersebut.
"Pendekatan pemberian izin bagi petambak hendaknya tidak melulu atas dasar PAD, namun juga keselamatan masyarakat pada masa depan," kata dia.
Kelompok kerja pelestarian hutan mangrove terpadu Provinsi Lampung merupakan forum multistakeholder yang bertugas membantu gubernur mengawasi dan menjalankan kebijakan pelestarian hutan mangrove. Kelompok kerja tersebut beranggotakan tim dari berbagai elemen, mulai dari pemerintah dari multiinstansi, LSM, hingga perwakilan masyarakat, dan dibentuk oleh Gubernur Lampung pada 2008.
Dua tahun pascapembentukannya, kelompok kerja itu mengaku belum memiliki data pasti tentang luas hutan mangrove terkini di Provinsi Lampung, kecuali hasil dari pencitraan satelit yang dilakukan oleh Badan Pengawasan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPPLH) Provinsi Lampung.
0 komentar:
Posting Komentar