Minggu, 16 Oktober 2011

Penurunan emisi karbon melalui sertifikasi kelestarian hutan produksi

Jakartat (26/04)- Dalam mengurangi pemanasan global, COP 13 telah sepakat atas peran penting pengelolaan hutan lestari dalam menurunkan emisi karbon melalui skema REDD+. Melalui skema REDD+, pengelola hutan yang telah mendapatkan sertifikasi pengelolaan hutan lestari dimungkinkan untuk mendapatkan tambahan insentif jasa lingkungan berupa kredit karbon. Indonesia mendukung kesepakatan global tersebut dengan menargetkan pengurangan emisi karbon sebesar 26% pada 2020 dimana 14%-nya diharapkan datang dari sektor kehutanan yang dikelola secara lestari.
Sertifikasi pengelolaan hutan lestari di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1994 dengan kelompok kerja ekolabel yang di ketuai oleh Prof. Emil Salim. Sampai saat ini hutan yang telah tersertifikasi di Indonesia kurang lebih 1,5 juta ha dengan skema LEI dan 1 juta ha dengan skema FSC. Sertifikasi ekolabel yang kredibel dapat memastikan bahwa unit manajemen Kehutanan menerapkan pengelolaan hutan yang bertanggungjawab dengan penerapan Best Management Practices (BMP) diantaranya upaya-upaya yang dapat menurunkan pelepasan karbon dengan mengurangi degradasi hutan dan mencegah deforestasi.
“Pengurangan emisi dari pengelolaan hutan yang dikelola secara lestari dapat menurunkan emisi sekitar 7% atau separo dari total target pengurangan emisi sektor kehutanan (14 %) melalui proses perlindungan areal hutan dari konversi hutan alam dan penebangan berdampak rendah ,” ujar Agung Prasetyo, Direktur Eksekutif LEI. “Sertifikasi merupakan instrumen pasar yang telah digunakan oleh pemerintah, pemerhati lingkungan, dan bahkan masyarakat petani hutan rakyat untuk membuktikan hutan telah dikelola secara lestari. Manfaat jasa lingkungan melalui perdagangan karbon dari hutan hanya dapat terasa dari hutan lestari yang terjaga fungsinya, karena itu sertifikasi dapat digunakan sebagai instrumen dalam penurunan emisi karbon dari hutan,” imbuhnya.
Sementara itu, WWF Indonesia melalui program Global Forest and Trade Network (GFTN) mendukung upaya sertifikasi hutan dengan memberikan fasilitasi bagi perusahaan – perusahaan pengelola hutan dan pengolah hasil hutan yang berkomitmen tinggi dalam mencapai sertifikat kredibel. “Kami membangun kapasitas pelaku pengelolaan hutan dan industri, menciptakan kondisi pasar yang mendorong para produsen untuk mengelola hutan secara bertanggungjawab dan untuk meningkatkan nilai ekonomi pengelolaan hutan lestari. Kedepannya kami akan menggandengkan usaha pencapaian sertifikasi dengan pasar karbon baik itu yang bersifat voluntary maupun persiapannya dalam skema REDD”, kata Aditya Bayunanda, Koordinator GFTN-Indonesia. Saat ini GFTN telah memfasilitasi 39 perusahaan yang terdiri dari HPH, HTI dan industri dengan target 3 juta hektar hutan di Indonesia tersertifikasi pada akhir tahun 2013”, tambah Aditya.
Kerjasama yang akan dibangun dengan parapihak (stakeholder) Kehutanan meliputi penguatan sistem sertifikasi diantaranya dengan memasukkan komponen jasa lingkungan seperti hidrologi, karbon, biodiversitas serta fasilitasi unit manajemen kehutanan agar dapat memperoleh manfaat ekonomi dari upaya memelihara dan menjaga kelestarian hutan dan jasa lingkungan yang dihasilkannya.
 Catatan untuk Redaksi:
Tentang WWF
WWF adalah organisasi konservasi global yang mandiri dan didirikan pada tahun 1961 di Swiss, dengan hampir 5 juta supporter dan memiliki jaringan yang aktif di lebih dari 100 negara dan di Indonesia bergiat di lebih dari 25 wilayah kerja lapangan dan 17 provinsi. Misi WWF-Indonesia adalah menyelamatkan keanekaragaman hayati dan mengurangi dampak ekologis aktivitas manusia melalui: Mempromosikan etika konservasi yang kuat, kesadartahuan dan upaya-upaya konservasi di kalangan masyarakat Indonesia; Memfasilitasi upaya multi-pihak untuk perlindungan keanekaragaman hayati dan proses-proses ekologis pada skala ekoregion; Melakukan advokasi kebijakan, hukum dan penegakan hukum yang mendukung konservasi, dan; Menggalakkan konservasi untuk kesejahteraan manusia, melalui pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan. Selebihnya tentang WWF-Indonesia, silakan kunjungi website utama organisasi ini di www.panda.org; situs lokal di www.wwf.or.id
Tentang Global Forest & Trade Network (GFTN)
Global Forest & Trade Network (GFTN) merupakan salah satu inisiatif WWF untuk mengeliminasi pembalakan liar (illegal logging). Jaringan GFTN mempromosikan manajemen bertangunggjawab untuk hutan-hutan terancam di Amazon, Amur-Heilong (Rusia), Kalimantan, Sumatra, Congo, Mekong (Asia Tenggara) dan wilayah hutan lain yang terancam.
GFTN memfasilitasi perusahaan-perusahaan dalam mengevaluasi pembelian dan pengimplementasian action plan untuk menjamin bahan baku yang lestari. Dengan memfasilitasi jaringan-jaringan perdagangan antara perusahaan-perusahaan yang berkomitmen terhadap hutan bertanggungjawab, GFTN menciptakan kondisi pasar yang membantu konservasi hutan serta memberikan keuntungan ekonomi dan sosial untuk bisnis dan masyarakat yang bergantung pada hutan. Lebih dari 360 perusahaan menjadi anggota Global Forest & Trade Network, termasuk manufaktur, importir, distributor, retailer, pemilik hutan dan pengelola hutan.
GFTN-Indonesia memiliki 38 anggota, terdiri atas 11 Unit Manajemen Hutan dan 27 trade (manufaktur). Dengan total areal hutan 950 ribu Ha dengan total turnover untuk trade kurang lebih 4 trilyun rupiah (2008).

0 komentar:

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP